Senin, 15 Februari 2021

MEMAKAN BANGKAI, DARAH, DAN DAGING BABI


 MEMAKAN BANGKAI, DARAH, DAN DAGING BABI

=====================
Segala sesuatu yang kita makan akan menjadi bernilai ibadah apabila yang kita makan adalah halal. Allah subhanahu wa ta’ala selalu memerintahkan kita untuk makan dan minum. Ada makanan yang halal dan ada makanan yang haram

Selalu ada makanan dan minuman yang halal, tapi juga bisa berubah menjadi haram. Contoh misalnya adalah ayam. Ayam hukumnya halal, apabila dikonsumsi dengan cara yang syar’i. Tapi akan menjadi haram apabila ia menjadi bangkai

Allah subhanahu wa ta’ala juga meminta kita untuk tidak berlebihan. Allah subhanahu wa ta’ala selalu memberikan sinyal kepada manusia. Saat kita memerlukan makanan, Allah berikan rasa lapar. Saat lelah, Allah berikan rasa capek. Tetapi semua juga ada batasannya, janganlah berlebihan

Kalau sudah makan, Allah subhanahu wa ta’ala berikan rasa kenyang. Namun, jika kita berlebih-lebihan justru akan menimbulkan masalah. Ibarat sebuah wadah yang penuh dengan air, jika terus diisi maka airnya akan tumpah. Begitu juga manusia

Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan kita untuk makan makanan yang halal dan meninggalkan yang haram. Allah subhanahu wa ta’ala melarang kita memakan bangkai, darah, dan daging babi. Allah subhanahu wa ta’ala pasti memberikan sinyal berupa rasa jijik terhadap segala makanan yang diharamkan. Allah subhanahu wa ta’ala berikan rasa tidak nyaman ketika melihat darah. Itu semua adalah fitrah manusia

__________

BANGKAI

Bangkai adalah jasad hewan yang mati tanpa penyebab yang syar’i ( disembelih ) dan tidak diketahui penyebabnya. Bangkai yang diharamkan adalah bangkai hewan udara dan bangkai hewan darat. Bangkai yang dihalalkan adalah bangkai belalang dan bangkai hewan laut. Seperti bunyi hadits, Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

“Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah no. 3314. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Belalang adalah satu-satunya bangkai hewan darat yang halal. Bangkai hewan air pun halal. Sebagaimana hadits :

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم في البحر : ((هو الطهور ماؤه الحلّ ميتته)).أخرحه الأربعة وابن أبي شيبة وللفظ له وصحّحه ابن خزيمة والترمذي .

“Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam bersabda tentang laut:” Laut itu suci airnya dan halal bangkainya”. (Dikeluarkan oleh empat dan Ibnu abi Syaibah ,dan hadits ini adalah lafadz ibnu Abi Syaibah dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi).

_________

DARAH

Darah hukumnya adalah haram. Darah yang dihalalkan dalam Islam seperti hati, limpa, atau jantung ( darah yang menggumpal ) . Seperti bunyi hadits yang sebelumnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah no. 3314. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

__________

DAGING BABI

daging babi hukumnya haram dikonsumsi. Syariat semua Nabi mengharamkan daging babi, baik berupa darahnya, kulitnya, atau jeroannya. Bahkan haram untuk disentuh. Seperti firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat Al-An’am ayat 145, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah, “Tiadalah aku beroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi —karena sesungguhnya semuanya itu kotor— atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedangkan dia tidak dalam keadaan memberontak dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Hewan yang bertaring juga haram untuk dikonsumsi. Dan ada beberapa hewan yang dimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk dibunuh. Di antaranya adalah kalajengking, burung gagak hitam yang bulu dadanya berwarna putih, ular, anjing hitam yang buas, dan cicak. Riwayat lain ada yang mengatakan tikus juga termasuk

Makanan yang haram dapat menjadi halal apabila dalam keadaan mendesak. Contoh, seseorang yang sedang dalam perjalanan kehabisan bekal. Di tengah perjalanan, ia menemukan bangkai kambing. Tidak mengapa jika ia mengkonsumsinya karena keadaannya darurat. Apabila ia tidak makan, maka ia akan mati

Karena bangkai, darah, dan daging babi jelas diharamkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari (makanan) yang haram (dan) neraka lebih layak baginya” ( HR. Ahmad 3/321, ad-Darimi no.2776 dan al-Hakim 4/468, dishahihkan oleh al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi dan al-Albani dalam Ash-Shahihah 6/108 )

Segala sesuatu yang haram akan menghalangi diri dari kebaikan. Kisah seorang hafidz Qur’an yang tiba-tiba lupa hafalan beberapa juz. Ia mengadu kepada Ustadznya. Setelah diselidiki tidak ada perbuatan maksiat yang dikerjakan, ibadahnya rajin, shalat tepat waktu, dan sebagainya. Setelah diselidiki kembali, ia tertuju kepada bumbu masakan yang biasa istrinya pakai untuk memasak. Lalu Ustadznya menyarankan untuk berhenti memakai bumbu masak yang dianggap haram itu. Alhamdulillah setelah masakannya diganti dengan garam, hafalannya kembali lagi. Ternyata di bumbu masakan itu mengandung zat yang haram karena tidak ada label halalnya

Segala sesuatu yang haram itu seperti mulut jurang. Sekali mencoba untuk turun, maka akan terjerumus, dan sulit untuk mendakinya kembali

Wallahu a'lam bishowab.

Read more...

Senin, 08 Februari 2021

DOSA BESAR LAKI-LAKI MENYERUPAI PEREMPUAN DAN PEREMPUAN MENYERUPAI LAKI-LAKI

DOSA BESAR LAKI-LAKI MENYERUPAI PEREMPUAN DAN PEREMPUAN MENYERUPAI LAKI-LAKI


Dewasa ini media sosial kembali dihebohkan dengan aksi 'nyeleneh'. Adalah crosshijaber, yakni para pria yang doyan berdandan serta mengenakan pakaian wanita berhijab hingga niqab alias cadar.

Mereka menggunakan baju muslim, dan seringkali model panjang dan lebar ala pakaian syar'i. Sehingga seringkali tak ada yang tahu kalau sebenarnya mereka adalah pria.

Menanggapi fenomena tersebut, Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganggap hal itu suatu tindakan yang diharamkan dalam ajaran Islam. "Ajaran Islam sejatinya melarang keras pria menyerupai wanita dan wanita menyerupai pria karena secara takdir dan syariat pria dan wanita adalah berbeda," tegas Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid saat dihubungi Liputan6.com, Senin (14/10).

Menurut Zinut, Nabi Muhammad SAW sudah melarang hal ini sejak lama. Bahkan dalam beberapa hadis, kata Zainut, beliau menyebutkan bahwa Allah SWT melaknat kaum pria yang menyerupai wanita dan sebaliknya.

Ia pun mengimbau kepada seluruh pihak untuk mewaspadai fenomena tersebut. Mengingat belum diketahuinya motif dari mereka yang melakukan hal itu.

"Fenomena cross hijaber perlu diwaspadai apa motif gerakan ini? Apakah sekedar mode saja ataukah ada motif lain, misalnya kriminal, teror atau ingin merusak citra hijab itu sendiri," katanya.

Allâh Azza wa Jalla telah menciptakan manusia dengan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki persamaan dalam mengemban kewajiban beribadah, beriman, dan beramal shalih. Demikian juga keduanya memiliki persamaan dalam hak menerima pahala atau balasan terhadap perbuatan mereka.

 Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا 

Barangsiapa mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki maupun wanita, sedang dia orang yang beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. [An-Nisa’/4: 124] 

Akan tetapi secara takdir dan syari’at, Allâh Subhanahu wa Ta’ala membedakan antara laki-laki dengan perempuan. Sesungguhnya perbedaan antara pria dengan wanita sangat nyata, baik di dalam bentuk tubuh dan fungsinya, keadaan dan sifat-sifatnya. 

Bukankah hanya wanita yang mengalami haidh, hamil, melahirkan, dan menyusui? Bukankah wanita yang memiliki sifat kelembutan dan keibuan, sehingga sesuai dengan perkerjaan mulianya di dalam mengurusi anak-anaknya? 

Maha Benar Allâh Azza wa Jalla yang berfirman:

 وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ 

Laki-laki tidaklah seperti perempuan. [Ali Imrân/3: 36] 

Maka sebagai orang-orang yang beriman, kita wajib menerimanya dan meyakininya sebagai bentuk hikmah Allâh Subhanahu wa Ta’ala , keadilan-Nya dan kasih sayang-Nya.

Larangan Laki-Laki Menyerupai Wanita, Dan Sebaliknya 

Untuk menjaga perbedaan antara laki-laki dan wanita, yang merupakan hikmah Allâh Yang Maha Kuasa, maka agama Islam melarang dengan keras, sikap laki-laki yang menyerupai wanita, atau sebaliknya. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits-hadits berikut ini:

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [HR. Al-Bukhâri, no. 5885; Abu Dawud, no. 4097; Tirmidzi, no. 2991] 

Dan telah diketahui, bahwa perbuatan yang terkena laknat Allâh atau Rasul-Nya termasuk dosa besar. 

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Definisi dosa besar yang terbaik adalah: dosa yang ada had (hukuman tertentu dari agama) di dunia, atau ancaman di akhirat, atau peniadaan iman, atau mendapatkan laknat atau kemurkaan (Allâh) padanya.” [Taisîr Karîmirrahman, surat An-Nisa’ ayat ke-31] 

Bahkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar mereka diusir dari dalam rumah kita.

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ، وَالمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ، وَقَالَ: «أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ» قَالَ: فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلاَنًا، وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلاَنًا 

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang bergaya wanita dan wanita yang bergaya laki-laki”. Dan beliau memerintahkan, “Keluarkan mereka dari rumah-rumah kamu”. Ibnu Abbas berkata:  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengeluarkan Si Fulan, Umar telah mengeluarkan Si Fulan. [HR. Al-Bukhâri, no. 5886; Abu Dawud, no. 4930; Tirmidzi, no. 2992] 

Adapun hikmah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengeluarkan mereka dari rumah-rumah adalah, agar mereka tidak menemui para wanita atau laki-laki di dalam rumah sehingga akan membawa kerusakan di dalam rumah, wallâhu a’lam. 

Ibnut Tîn rahimahullah berkata, “Perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengeluarkan orang-orang yang berbuat demikian dari rumah-rumah adalah agar perbuatan menyerupai (lawan jenis) itu tidak menyeret kepada perbuatan kemungkaran”. [Fathul Bari, 10/333] 

Maksud Larangan 

al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah meringkaskan penjelasan Abu Muhammad bin Abi Jamrah rahimahullah yang menyatakan:

 ظَاهِرُ اللَّفْظِ الزَّجْرُ عَنِ التَّشَبُّهِ فِي كُلِّ شَيْءٍ لَكِنْ عُرِفَ مِنَ الْأَدِلَّةِ الْأُخْرَى أَنَّ الْمُرَادَ التَّشَبُّهُ فِي الزِّيِّ وَبَعْضِ الصِّفَاتِ وَالْحَرَكَاتِ وَنَحْوِهَا لَا التَّشَبُّهُ فِي أُمُورِ الْخَيْرِ 

Zhahir lafadz (hadits ini) adalah larangan keras terhadap perbuatan at-tasyabuh (laki-laki menyerupai wanita, atau sebaliknya) dalam segala hal. Akan tetapi, telah diketahui dari dalil-dalil lain bahwa yang dimaksud adalah (larangan) tasyabbuh dalam hal  pakaian, sifat, gerakan, dan semisalnya; bukan tasyabuh (menyerupai) dalam perkara-perkara kebaikan.” [Fathul Bâri, 10/333] 

Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah menukilkan penjelasan ath-Thabari rahimahullah yang berkata:

 الْمَعْنَى لَا يَجُوزُ لِلرِّجَالِ التَّشَبُّهُ بِالنِّسَاءِ فِي اللِّبَاسِ وَالزِّينَةِ الَّتِي تَخْتَصُّ بِالنِّسَاءِ وَلَا الْعَكْسُ 

Maknanya adalah laki-laki tidak boleh menyerupai wanita dalam hal pakaian dan perhiasan yang khusus bagi wanita. Dan tidak boleh pula sebaliknya (wanita menyerupai laki-laki dalam hal pakaian dan perhiasan yang khusus bagi laki-laki). [Fathul Bâri, 10/332] 

Kemudian al-Hafidz Ibnu Hajar memberikan tambahan, “Demikian jugaa menyerupai dalam (gaya) berbicara dan berjalan. Adapun dalam bentuk pakaian maka ini berbeda-beda dengan adanya perbedaan adat kebiasaan pada setiap daerah. Karena terkadang pakaian wanita suatu kaum tidak berbeda dengan model pakaian laki-laki. Akan tetapi (model pakaian) wanita memiliki keistimewaan tertutup. ditambah dengan hijab. Adapun celaan tasyabbuh (laki-laki menyerupai wanita atau sebaliknya) dalam berbicara dan berjalan ini, khusus bagi yang sengaja melakukannya. Adapun bagi orang yang sudah menjadi tabi’atnya, maka ia diperintahkan untuk memaksa dirinya agar meninggalkannya, dan terus berusaha meninggalkannya secara berangsur-angsur. Jika dia tidak melakukan, bahkan dia terus tasyabbuh dengan lawan jenis, maka dia terkena celaan (larangan). Apalagi jika tampak pada dirinya keridlan dengan keadaannya. Dalil hal ini nyata dari lafazh ‘orang-orang yang menyerupai.” [Fathul Bâri, 10/332] 

Larangan Menyerupai Dalam Hal Pakaian 

Apa yang dijelaskan para Ulama di atas, bahwa larangan itu juga mengenai ‘tasyabbuh’ (menyerupai) dalam hal pakaian, maka hal ini secara tegas juga telah dinyatakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana di dalam hadits berikut ini:

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ، وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang memakai pakaian laki-laki” [HR. Ahmad, no. 8309; Abu Dawud, no. 4098; Nasai dalam Sunan al-Kubra, no. 9253. Dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth] 

Oleh karena itu pakaian yang khusus bagi wanita, tidak boleh dipakai oleh kaum laki-laki, seperti daster, kebaya, kerudung, cadar, sandal wanita, dan semacamnya. 

Demikian juga pakaian yang khusus bagi laki-laki, maka tidak boleh dipakai oleh wanita. Seperti peci, gamis laki-laki, celana panjang,  dan semacamnya. 

Adapun jenis pakaian yang memang biasa digunakan untuk laki-laki dan wanita, maka tidak mengapa mereka mengunakannya. Seperti izar (semacam sarung), selimut, dan lainnya. Tetapi tentu cara pemakaian atau bentuknya juga tidak boleh menyerupai yang menjadi kekhususan bagi lawan jenis. 

Dari penjelasan ini kita mengetahui tentang kesempurnaan agama Islam yang mengatur seluruh perkara yang membawa kebaikan di dunia atau di akhirat. Semoga Allâh Azza wa Jalla selalu menjaga kita dari segala keburukan, membimbing kita di atas segala kebaikan, dengan karunia-Nya dan kemurahan-Nya. 

Al-hamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

Referensi: https://almanhaj.or.id/7309-larangan-menyerupai-lawan-jenis.html

Read more...

Senin, 25 Januari 2021

DOSA BESAR (MERAMPOK)

 

MERAMPOK

 

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

 

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar (Qs Al-Maidah : 33)

 

Pengertian

Perbuatan merampok atau merampas harta orang lain yang kadang diserta kekerasan, ancaman senjata, dan bahkan terjadi pembunuhan merupakan perilaku yang sangat menggelisahkan dan mengerikan, sehingga termasuk perbuatan haram dan merupakan dosa besar.
Oleh karena itu, tepat sekali penegasan Allah SWT yang tersebut dalam Al Qur’an bahwa perampok itu (orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi) dan termasuk kelompok hirabah, yaitu kelompok yang menyatakan perang terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya. Mereka dianggap perang terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya karena yang mereka lakukan merupakan perbuatan melawan hukum Allah SWT dan mengganggu masyarakat yang dilindungi oleh hukum tersebut. .

Adapun hukuman bagi perampok terdiri dari 4 macam, yakni sebagai berikut :

1) Perampokan dengan membunuh orang yang dirampoknya dan diambil hartanya. Dalam hal ini hukumnya wajib dibunuh, kemudian disalibkan (dijemur).
2) Perampokan dengan membunuh orang yang dirampok, tetapi hartanya tidak diambil. Hukumannya dibunuh tanpa disalib.
3) Hanya mengambil hartanya saja yang sedikitnya satu nisab, sedangkan orangnya tidak dibunuh. Hukumannya dipotong tangan kanannya dan kaki kirinya.
4) Perampokan yang tujuannya hanya menakut-nakuti saja, hukumannya adalah dipenjara, atau hukuman lain berdasarkan pertimbangan hakim yang dapat memberinya pelajaran sehingga ia tidak mengulangi perbuatan itu kembali.

 

Bahaya merampok

Perbuatan merampok jelas sangat berbahaya, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain atau masyarakat. Terhadap diri sendiri yaitu bagi pelaku perampokan. Hidupnya pasti tidak akan merasa tenang. Jiwanya akan merasa dikejar-kejar oleh bayangan dosa, bahkan lama-kelamaan keimanan dan ke-Islamannya akan terlepas dari dirinya.

Hikmah Dilarangnya Merampok

a.  Orang akan menghindari dari tindakan kejahatan merampok.
b.  Melindungi hak milik harta benda dan jiwa seseorang dengan aman.
c.  Mendorong manusia untuk mamiliki harta dengan cara sah dan halal
d.  Terwujudnya lingkungan yang aman , damai dan sejahtera.


Referensi:

Buku 76 Dosa besar yang dianggap biasa (Muhyidin Mistu) Al-Imam al-Hafidz adz-Dzahabi

Read more...

Senin, 18 Januari 2021

Kaidah Dosa Besar dan Dosa Kecil

Dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah menunjukkan bahwa dosa terbagi menjadi dosa besar (al-kab`air) dan dosa kecil (ash-shagha`ir). Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala :

وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ

Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf” (QS. Asy-Syura: 37).


Allah Ta’ala juga berfirman:

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa besar yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” (QS. An-Nisa`: 31).


Allah Ta’ala juga berfirman:

الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ

(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya” (QS. An-Najm: 32).


Juga dalil-dalil As-Sunnah, menunjukkan adanya pembagian dosa besar dan dosa kecil. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الصَّلاةُ الخمسُ والجمعةُ إلى الجمعةِ كفَّارةٌ لما بينَهنَّ ما لم تُغشَ الْكبائرُ

Shalat lima waktu dan shalat Jum’at ke shalat Jum’at selanjutnya, menghapuskan dosa-dosa di antara keduanya, selama tidak melakukan dosa besar” (HR. Muslim no. 233).


Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اجتنبوا السبعَ الموبقاتِ . قالوا : يا رسولَ اللهِ ، وما هن ؟ قال : الشركُ باللهِ ، والسحرُ ، وقتلُ النفسِ التي حرّم اللهُ إلا بالحقِّ ، وأكلُ الربا ، وأكلُ مالِ اليتيمِ ، والتولي يومَ الزحفِ ، وقذفُ المحصناتِ المؤمناتِ الغافلاتِ

Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan. Para sahabat bertanya: wahai Rasulullah, apa saja itu? Rasulullah menjawab, ‘syirik terhadap Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, kabur ketika peperangan, menuduh wanita baik-baik berzina’” (HR. Bukhari no. 2766, Muslim no. 89).


Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma mengatakan:

الكَبائرُ تِسْعٌ: الإشراكُ باللهِ، وقَتْلُ نَسَمَةٍ، والفِرارُ مِنَ الزَّحفِ، وقَذْفُ المُحْصَنةِ، وأكْلُ الرِّبا، وأكْلُ مالِ اليتيمِ، وإلحادٌ في المسجدِ، والَّذي يَستَسخِرُ، وبُكاءُ الوالدينِ مِنَ العُقوقِ

Ada 9 dosa besar: syirik kepada Allah, membunuh jiwa, kabur dari perang, menuduh wanita baik-baik berzina, makan riba, memakan harta anak yatim, melakukan penyimpangan di masjid, tidak membayar upah pekerja, membuat orang tua menangis karena perbuatan durhaka” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad 12/15, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Adabul Mufrad no.6).


Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan adanya dosa besar, maka mafhum-nya dosa-dosa selain dosa besar maka termasuk dosa kecil.

Kaidah Dalam Membedakan Dosa Besar Dan Dosa Kecil

Para ulama banyak menyebutkan dhawabith (kaidah) dalam membedakan dosa besar dengan dosa kecil. Diantara dhawabith dosa besar dan dosa kecil yang disebutkan para ulama adalah:


1. Dosa besar adalah yang disebutkan sebagai dosa besar oleh Allah dan Rasul-Nya

Semua dosa yang disebutkan secara tegas oleh Allah dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai dosa besar atau perbuatan yang membinasakan maka ini adalah dosa besar. Juga yang disepakati oleh para ulama sebagai dosa besar. Al-Qurthubi mengatakan:

كُلّ ذَنْب أُطْلِقَ عَلَيْهِ بِنَصِّ كِتَاب أَوْ سُنَّة أَوْ إِجْمَاع أَنَّهُ كَبِيرَة أَوْ عَظِيم

“Dosa besar adalah dosa yang dimutlakkan oleh nash Al-Qur`an dan As-Sunnah atau ijma’ sebagai dosa besar” (Fathul Baari, 15/709).


Maka setiap dosa yang disebutkan oleh Allah atau oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai dosa besar, maka itu dosa besar. Sebagaimana dalam beberapa hadits di atas, disebutkan beberapa dosa besar di antaranya syirik, sihir, membunuh, makan riba, makan harta anak yatim, kabur ketika peperangan, menuduh wanita baik-baik berzina, membuat orang tua menangis, dan lainnya.


2. Dosa besar adalah setiap dosa yang diancam neraka, atau kemurkaan, atau laknat atau adzab

Dosa besar adalah dosa yang pelakunya diancam dengan adzab neraka, kemurkaan Allah atau laknat, serta pelakunya disifati dengan kefasikan. Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma ketika menafsirkan surat An-Nisa`: 31 di atas, beliau berkata:

الكبيرة كل ذنب ختمه الله بنار، أو غضب، أو لعنة، أو عذاب

“Dosa besar adalah yang Allah tutup dengan ancaman neraka, atau kemurkaan, atau laknat atau adzab” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/282).


Al-Hasan Al-Bashri mengatakan:

كُلّ ذَنْب نَسَبَهُ اللَّه تَعَالَى إِلَى النَّار فَهُوَ كَبِيرَة

“Setiap dosa yang Allah gandengkan dengan neraka maka itu adalah dosa besar” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/285).


3. Dosa besar adalah yang terdapat hukuman khusus

Termasuk dosa besar, perbuatan yang dilarang oleh syariat dan digandengkan dengan sebuah hukuman tertentu, tidak sekedar dilarang. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin mengatakan:

الكبائر هي ما رتب عليه عقوبة خاصة بمعنى أنها ليست مقتصرة على مجرد النهي أو التحريم، بل لا بد من عقوبة خاصة مثل أن يقال من فعل هذا فليس بمؤمن، أو فليس منا، أو ما أشبه ذلك، هذه هي الكبائر، والصغائر هي المحرمات التي ليس عليها عقوبة

“Dosa besar adalah yang Allah ancam dengan suatu hukuman khusus. Maksudnya perbuatan tersebut tidak sekedar dilarang atau diharamkan, namun diancam dengan suatu hukuman khusus. Semisal disebutkan dalam dalil ‘barangsiapa yang melakukan ini maka ia bukan mukmin’, atau ‘bukan bagian dari kami’, atau semisal dengan itu. Ini adalah dosa besar. Dan dosa kecil adalah dosa yang tidak diancam dengan suatu hukuman khusus” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi libni Al-‘Utsaimin, 2/24, Asy-Syamilah).


4. Dosa yang dinafikan pelakunya dari keimanan atau dari umat Nabi

Dosa besar adalah dosa yang pelakunya dikatakan tidak beriman atau dianggap bukan bagian dari umat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Syaikh Abdurrahman bin Hasan mengatakan:

وضابطها – يعني : الكبيرة – ما قاله المحققون من العلماء: كل ذنب ختمه الله بنار، أو لعنة، أو غضب، أو عذاب. زاد شيخ الإسلام – يعني: ابن تيمية -: أو نفي الإيمان. قلت: ومن برئ منه رسول الله صلى الله عليه وسلم ، أو قال: ليس منا من فعل كذا أو كذا

“Kaidah dosa besar, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama muhaqqiqin, adalah setiap dosa yang Allah gandengkan dengan laknat, atau kemurkaan atau adzab. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menambahkan: juga yang terdapat penafian keimanan. Menurutku juga, termasuk dosa yang Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berlepas diri darinya, atau Nabi mengatakan: bukan golongan kami yang melakukan ini dan itu” (Fathul Majid, 418).

5. Dosa yang terdapat hukuman hadd-nya


Dosa besar adalah semua dosa yang terdapat hukuman hadd-nya di dunia. Ibnu Shalah rahimahullah mengatakan:

لَهَا أَمَارَات مِنْهَا إِيجَاب الْحَدّ , وَمِنْهَا الْإِيعَاد عَلَيْهَا بِالْعَذَابِ بِالنَّارِ وَنَحْوهَا فِي الْكِتَاب أَوْ السُّنَّة , وَمِنْهَا وَصْف صَاحِبهَا بِالْفِسْقِ , وَمِنْهَا اللَّعْن

“Dosa besar ada beberapa indikasinya, di antaranya diwajibkan hukuman hadd kepadanya, juga diancam dengan azab neraka atau semisalnya, di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Demikian juga, pelakunya disifati dengan kefasikan dan laknat ” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/285).


Syaikh Muhammad bin Ibrahim juga menjelaskan:

ما توعد عليه بغضب، أو لعنة، أو رتب عليه عقاب في الدنيا، أو عذاب في الآخرة

“Dosa besar adalah dosa yang diancam dengan kemurkaan Allah, atau laknat, atau digandengkan dengan suatu hukuman di dunia, atau dengan suatu adzab di akhirat” (Fatawa war Rasail, 2/54).


Konsekuensi Dosa Besar


Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ما منِ امرئٍ مسلمٍ تحضرهُ صلاةٌ مكتوبةٌ . فيُحسنُ وضوءَها وخشوعَها وركوعَها . إلا كانتْ كفارةً لما قبلها منَ الذنوبِ . ما لمْ يؤتِ كبيرةً . وذلكَ الدهرَ كلَّهُ

Tidaklah seorang Muslim menghadiri shalat wajib (di masjid), ia membaguskan wudhunya dan membaguskan khusyuk serta rukuknya, kecuali itu semua menjadi kafarah (penghapus) dosa-dosanya yang telah berlalu, selama ia tidak mengerjakan dosa besar. Dan itu berlaku sepanjang masa” (HR. Muslim no. 228).

 

Al Imam An-Nawawi menjelaskan hadits ini:

مَعْنَاهُ أَنَّ الذُّنُوبَ كُلَّهَا تُغْفَرُ إِلَّا الْكَبَائِرَ فَإِنَّهَا لَا تُغْفَرُ … قَالَ الْقَاضِي عِيَاضٌ هَذَا الْمَذْكُورُ فِي الْحَدِيثِ مِنْ غُفْرَانِ الذُّنُوبِ مَا لَمْ تُؤْتَ كَبِيرَةٌ هُوَ مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَأَنَّ الْكَبَائِرَ إِنَّمَا تُكَفِّرُهَا التَّوْبَةُ أَوْ رَحْمَةُ اللَّهِ تَعَالَى وَفَضْلُهُ

“Maknanya bahwa semua dosa akan diampuni (karena amalan tersebut) kecuali dosa besar. Adapun dosa besar tidak diampuni (dengan sebatas amalan tersebut) … Al-Qadhi Iyadh mengatakan bahwa yang disebutkan dalam hadits, yaitu keyakinan bahwa dosa-dosa akan diampuni selama bukan dosa besar, ini adalah keyakinan Ahlussunnah. Dan dosa besar itu hanya dapat dihapuskan dengan taubat atau dengan rahmat dari Allah Ta’ala dan keutamaan dari Allah” (Syarah Shahih Muslim lin Nawawi, 3/112).


Juga Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الصَّلاةُ الخمسُ والجمعةُ إلى الجمعةِ كفَّارةٌ لما بينَهنَّ ما لم تُغشَ الْكبائرُ

Shalat lima waktu dan shalat Jum’at ke shalat Jum’at selanjutnya, menghapuskan dosa-dosa di antara keduanya, selama tidak melakukan dosa besar” (HR. Muslim no. 233).


Dan hadits-hadits yang menyebutkan penghapusan dosa karena amalan shalih semisal ini banyak.


Maka dosa kecil itu akan pupus dan akan hilang dengan sendirinya jika seseorang melakukan amalan-amalan shalih. Namun tidak demikian pada dosa besar. Dosa besar hanya bisa hilang jika pelakukan bertaubat nasuha.


Demikian paparan ringkas ini, semoga bermanfaat. Wabillahi at taufiq was sadaad.

Read more...

Rabu, 22 April 2020

KEUTAMAAN AMAL SHOLEH BERDASARKAN IMAN YANG BENAR


IMAN DAN AMAL SHOLEH
·          
 Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An-Nisa : 124)

Seringkali Allah menggandengkan iman dan amal salih dalam ayat-ayat Al-Quran. Ini mengindikasikan bahwa kedua perkara tersebut sangat berkaitan erat. Orang yang beramal shalih akan diterima ketika amal tersebut dilandasi dengan keimanan yang benar sebagaimana petunjuk Allah Ta’ala dan sunnah Rasul-Nya. Sedangkan amal yang banyak dan beragam dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah akan sia-sia belaka ketika dilakukan tanpa landasan ilmu yang benar. Lebih merugi lagi tatkala amal yang dilakukan tanpa faktor iman dan ikhlas.

Amal salih adalah amal yang mengikuti petunjuk Allah (Al-Quran) dan sunnah Nabi-Nya. Artinya, amal salih itu ialah setiap amal yang disyariatkan oleh Allah dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, baik itu amal yang wajib maupun yang sunnah. Oleh karena itu, untuk bisa beramal salih juga disyariatkan adanya ilmu. Tanpa ilmu yang benar, bisa jadi kita akan melakukan amal yang salah (bukan amal salih), sebagaimana iman juga disyariatkan dengan ilmu yang benar (Tafsir Ibnu Katsir, 2/566).

Syaikh As-Sa’di menuturkan, “(Amal salih) Ini mencakup seluruh perbuatan baik lahir maupun batin, yang berkaitan dengan hak-hak Allah dan hak-hak hamba-Nya, yang wajib dan yang dianjurkan” (Tafsir As-Sa’di, 7/633).

Jadi, amal shalih dapat mengantarkan hamba pada keridhaan Allah tatkala hamba tersebut tidak mempersekutukan Allah dalam beribadah kepada-Nya. Dua rukun amal yang diterima Allah adalah ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sebagaimana dalam surah Al-Kahfi ayat 110, Allah berfirman,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.

Seorang muslim hendaknya memperkokoh benteng aqidah agar tauhidnya lurus dan selaras dengan syariat Islam. Juga terus belajar untuk ikhlas dalam beramal untuk mengharapkan ridha-Nya dan berupaya merealisasikan ittiba’ sehingga hati selamat dari hawa nafsu. Tak perlu berkecil hati jika amal kita secara kuantitas masih kecil dan sedikit.

akinlah bahwa selama dilakukan sesuai syarat-syaratnya, insyaallah berpahala dan bertabur barakah. Kita tak tahu dari sekian amal salih yang kita lakukan, yang manakah dari amal-amal tersebut yang diterima Allah Ta’ala. Sungguh taufik dan karunia dari Allah ketika kita dimudahkan jalan dalam beramal shalih. Seorang mukmin harus senantiasa memohon petunjuk-Nya agar segala yang dilakukan selaras dengan perintah syariat.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sebagian salaf berkata, ‘Tidak ada satu perbuatan pun meskipun kecil kecuali pelakunya akan ditanyakan dengan pertanyaan, ‘Mengapa engkau melakukannya? Dan bagaimana engkau melakukannya?’’ (Ighatsatul Lahafan, juz I hal. 13).



AMAL SHALIH DAN KEUTAMAANNYA YANG BANYAK


Allah berfirman : Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa li ya’buduun” Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku (Q.S adz Dzaariyat 56).

Itulah diantara pendorong bagi hamba hamba yang  beriman untuk selalu berlomba melakukan amal shalih.  Beribadah dengan sebenar benarnya sebagai bukti pengabdiannya kepada Allah Ta’ala. Sungguh iman yang melahirkan amal shalih akan menyelamatkan seorang hamba. Allah akan memberikan banyak kebaikan dan  keutamaan kepadanya.  Bisa berupa  kebaikan di dunia dan juga kebaikan di akhirat kelak.
Dalam al-Qur‟an iman dan amal saleh disebutkan sebanyak 62 kali dalam 37 surat.72 Penempatan kata iman dan amal saleh mempunyai kedudukan penting dalam al-Qur‟an, karena kedua hal ini saling mengisi antara satu dengan yang lainnya. Iman merupakan konsep keyakinan terhadap Allah swt, sedangkan amal saleh merupakan perbuatan baik yang berlandaskan keimanan.

Diantara kebaikan dan keutamaan  yang  telah dijanjikan Allah Ta’ala kepada orang beriman yang melakukan amal shalih adalah :  

Pertama :Allah akan mendatangkan rizki yang baik.
Allah akan mengkaruniakan kehidupan yang baik kepada orang beriman dan beramal shalih dengan cara memberikan rizki yang halal dan baik.  
Sungguh Allah Ta’ala berfirman : “Maka bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia”. (Q.S al Haj 50)

Kedua : Allah akan memberikan derajat yang tinggi.
Seorang hamba yang beriman dan beramal shalih akan memperoleh tempat yang tinggi. Allah Ta’ala berfirman : “Tetapi barangsiapa datang kepada-Nya dalam keadaan beriman, dan  telah mengerjakan amal shalih, Maka mereka Itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi  (mulia)”. Q.S Thaha 75).

Ketiga : Akan dibalas dengan yang lebih baik bahkan berlipat ganda.
Allah berfirman : “Man jaa-a bil hasanati fa lahuu khairun minhaa”. Barang siapa datang dengan (membawa) kebaikan maka dia mendapat (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu. (Q.S al Qashash 84).

Allah berfirman : “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Mahaluas dan Maha Mengetahui”.(Q.S al Baqarah 261)

Keempat : Mendapat petunjuk.
Sungguh seorang hamba akan memperoleh petunjuk tersebab keimanan dan amal shalihnya.
Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, niscaya diberi petunjuk oleh Rabb mereka karena keimanannya, Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di bawahnya  sungai sungai. (Q.S Yunus 9)

Kelima : Memperoleh   rahmat Allah.
Diantara keutamaan beriman dan beramal shalih adalah memperoleh rahmat atau kasih sayang Allah. Allah berfirman : “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh maka Rabb mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata”. (Q.S al Jatsiah 30)

Keenam : Memperoleh pahala yang sempurna.
Sungguh orang beriman dan beramal shalih akan memperoleh pahala yang sempurna yaitu sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :  “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (Q.S Ali Imran 57).

Ketujuh : Sebagai penghapus dosa
Amal shalih yang dilandasi iman akan menghapuskan dosa seorang hamba. Allah berfirman : “Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”. (Q.S al Ankabut 7).

Disamping itu, perbuatan baik atau amal shalih  akan  melebur dosa sebagaimana sabda Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam : “Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah di manapun kamu berada, dan iringilah perbuatan jelek itu dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik itu akan menghapuskannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji”. (H.R Imam Bukhari)  

Kedelapan :  Sebaik baik makhluk dan Allah ridha kepadanya.
Allah Ta’ala berfirman : “Sungguh, orang orang yang beriman dan beramal shalih mereka itu adalah sebaik baik makhluk. Balasan mereka disisi Rabb mereka ialah surga ‘And yang mengalir di bawahnya sungai sungai. Mereka kekal di dalamnya selama lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang orang yang takut kepada Rabb-nya”. (Q.S al Baiyinah 7-8)

Kesembilan : Menjadi penghuni surga
Allah Ta’ala menjanjikan surga bagi orang yang beramal shalih yang dilandasi iman. Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan merendahkan diri kepada Rabb mereka, mereka itu adalah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya”. (Q.S Huud 23).

Allah Ta’ala berfirman : “Wa basysyiril ladziina aamanuu wa ‘amilush shalihaati anna lahum jannatin tejrii min tahtihal anhaar” . Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang orang yang beriman dan beramal shalih bahwa untuk mereka (disediakan) surga surga yang mengalir dibawahnya sungai sungai.  (Q.S al Baqarah 25)

Itulah sebagian keutamaan dan kebaikan yang akan diperoleh orang yang beramal shalih dengan dilandasi iman yang benar. 

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. 




untuk lebih jelasnya bisa lihat video dibawah ini...!!!

Read more...
 
IBS © 2020