Senin, 15 Februari 2021

MEMAKAN BANGKAI, DARAH, DAN DAGING BABI


 MEMAKAN BANGKAI, DARAH, DAN DAGING BABI

=====================
Segala sesuatu yang kita makan akan menjadi bernilai ibadah apabila yang kita makan adalah halal. Allah subhanahu wa ta’ala selalu memerintahkan kita untuk makan dan minum. Ada makanan yang halal dan ada makanan yang haram

Selalu ada makanan dan minuman yang halal, tapi juga bisa berubah menjadi haram. Contoh misalnya adalah ayam. Ayam hukumnya halal, apabila dikonsumsi dengan cara yang syar’i. Tapi akan menjadi haram apabila ia menjadi bangkai

Allah subhanahu wa ta’ala juga meminta kita untuk tidak berlebihan. Allah subhanahu wa ta’ala selalu memberikan sinyal kepada manusia. Saat kita memerlukan makanan, Allah berikan rasa lapar. Saat lelah, Allah berikan rasa capek. Tetapi semua juga ada batasannya, janganlah berlebihan

Kalau sudah makan, Allah subhanahu wa ta’ala berikan rasa kenyang. Namun, jika kita berlebih-lebihan justru akan menimbulkan masalah. Ibarat sebuah wadah yang penuh dengan air, jika terus diisi maka airnya akan tumpah. Begitu juga manusia

Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan kita untuk makan makanan yang halal dan meninggalkan yang haram. Allah subhanahu wa ta’ala melarang kita memakan bangkai, darah, dan daging babi. Allah subhanahu wa ta’ala pasti memberikan sinyal berupa rasa jijik terhadap segala makanan yang diharamkan. Allah subhanahu wa ta’ala berikan rasa tidak nyaman ketika melihat darah. Itu semua adalah fitrah manusia

__________

BANGKAI

Bangkai adalah jasad hewan yang mati tanpa penyebab yang syar’i ( disembelih ) dan tidak diketahui penyebabnya. Bangkai yang diharamkan adalah bangkai hewan udara dan bangkai hewan darat. Bangkai yang dihalalkan adalah bangkai belalang dan bangkai hewan laut. Seperti bunyi hadits, Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

“Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah no. 3314. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Belalang adalah satu-satunya bangkai hewan darat yang halal. Bangkai hewan air pun halal. Sebagaimana hadits :

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم في البحر : ((هو الطهور ماؤه الحلّ ميتته)).أخرحه الأربعة وابن أبي شيبة وللفظ له وصحّحه ابن خزيمة والترمذي .

“Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam bersabda tentang laut:” Laut itu suci airnya dan halal bangkainya”. (Dikeluarkan oleh empat dan Ibnu abi Syaibah ,dan hadits ini adalah lafadz ibnu Abi Syaibah dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi).

_________

DARAH

Darah hukumnya adalah haram. Darah yang dihalalkan dalam Islam seperti hati, limpa, atau jantung ( darah yang menggumpal ) . Seperti bunyi hadits yang sebelumnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah no. 3314. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

__________

DAGING BABI

daging babi hukumnya haram dikonsumsi. Syariat semua Nabi mengharamkan daging babi, baik berupa darahnya, kulitnya, atau jeroannya. Bahkan haram untuk disentuh. Seperti firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat Al-An’am ayat 145, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah, “Tiadalah aku beroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi —karena sesungguhnya semuanya itu kotor— atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedangkan dia tidak dalam keadaan memberontak dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Hewan yang bertaring juga haram untuk dikonsumsi. Dan ada beberapa hewan yang dimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk dibunuh. Di antaranya adalah kalajengking, burung gagak hitam yang bulu dadanya berwarna putih, ular, anjing hitam yang buas, dan cicak. Riwayat lain ada yang mengatakan tikus juga termasuk

Makanan yang haram dapat menjadi halal apabila dalam keadaan mendesak. Contoh, seseorang yang sedang dalam perjalanan kehabisan bekal. Di tengah perjalanan, ia menemukan bangkai kambing. Tidak mengapa jika ia mengkonsumsinya karena keadaannya darurat. Apabila ia tidak makan, maka ia akan mati

Karena bangkai, darah, dan daging babi jelas diharamkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari (makanan) yang haram (dan) neraka lebih layak baginya” ( HR. Ahmad 3/321, ad-Darimi no.2776 dan al-Hakim 4/468, dishahihkan oleh al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi dan al-Albani dalam Ash-Shahihah 6/108 )

Segala sesuatu yang haram akan menghalangi diri dari kebaikan. Kisah seorang hafidz Qur’an yang tiba-tiba lupa hafalan beberapa juz. Ia mengadu kepada Ustadznya. Setelah diselidiki tidak ada perbuatan maksiat yang dikerjakan, ibadahnya rajin, shalat tepat waktu, dan sebagainya. Setelah diselidiki kembali, ia tertuju kepada bumbu masakan yang biasa istrinya pakai untuk memasak. Lalu Ustadznya menyarankan untuk berhenti memakai bumbu masak yang dianggap haram itu. Alhamdulillah setelah masakannya diganti dengan garam, hafalannya kembali lagi. Ternyata di bumbu masakan itu mengandung zat yang haram karena tidak ada label halalnya

Segala sesuatu yang haram itu seperti mulut jurang. Sekali mencoba untuk turun, maka akan terjerumus, dan sulit untuk mendakinya kembali

Wallahu a'lam bishowab.

Read more...

Senin, 08 Februari 2021

DOSA BESAR LAKI-LAKI MENYERUPAI PEREMPUAN DAN PEREMPUAN MENYERUPAI LAKI-LAKI

DOSA BESAR LAKI-LAKI MENYERUPAI PEREMPUAN DAN PEREMPUAN MENYERUPAI LAKI-LAKI


Dewasa ini media sosial kembali dihebohkan dengan aksi 'nyeleneh'. Adalah crosshijaber, yakni para pria yang doyan berdandan serta mengenakan pakaian wanita berhijab hingga niqab alias cadar.

Mereka menggunakan baju muslim, dan seringkali model panjang dan lebar ala pakaian syar'i. Sehingga seringkali tak ada yang tahu kalau sebenarnya mereka adalah pria.

Menanggapi fenomena tersebut, Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganggap hal itu suatu tindakan yang diharamkan dalam ajaran Islam. "Ajaran Islam sejatinya melarang keras pria menyerupai wanita dan wanita menyerupai pria karena secara takdir dan syariat pria dan wanita adalah berbeda," tegas Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid saat dihubungi Liputan6.com, Senin (14/10).

Menurut Zinut, Nabi Muhammad SAW sudah melarang hal ini sejak lama. Bahkan dalam beberapa hadis, kata Zainut, beliau menyebutkan bahwa Allah SWT melaknat kaum pria yang menyerupai wanita dan sebaliknya.

Ia pun mengimbau kepada seluruh pihak untuk mewaspadai fenomena tersebut. Mengingat belum diketahuinya motif dari mereka yang melakukan hal itu.

"Fenomena cross hijaber perlu diwaspadai apa motif gerakan ini? Apakah sekedar mode saja ataukah ada motif lain, misalnya kriminal, teror atau ingin merusak citra hijab itu sendiri," katanya.

Allâh Azza wa Jalla telah menciptakan manusia dengan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki persamaan dalam mengemban kewajiban beribadah, beriman, dan beramal shalih. Demikian juga keduanya memiliki persamaan dalam hak menerima pahala atau balasan terhadap perbuatan mereka.

 Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا 

Barangsiapa mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki maupun wanita, sedang dia orang yang beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. [An-Nisa’/4: 124] 

Akan tetapi secara takdir dan syari’at, Allâh Subhanahu wa Ta’ala membedakan antara laki-laki dengan perempuan. Sesungguhnya perbedaan antara pria dengan wanita sangat nyata, baik di dalam bentuk tubuh dan fungsinya, keadaan dan sifat-sifatnya. 

Bukankah hanya wanita yang mengalami haidh, hamil, melahirkan, dan menyusui? Bukankah wanita yang memiliki sifat kelembutan dan keibuan, sehingga sesuai dengan perkerjaan mulianya di dalam mengurusi anak-anaknya? 

Maha Benar Allâh Azza wa Jalla yang berfirman:

 وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ 

Laki-laki tidaklah seperti perempuan. [Ali Imrân/3: 36] 

Maka sebagai orang-orang yang beriman, kita wajib menerimanya dan meyakininya sebagai bentuk hikmah Allâh Subhanahu wa Ta’ala , keadilan-Nya dan kasih sayang-Nya.

Larangan Laki-Laki Menyerupai Wanita, Dan Sebaliknya 

Untuk menjaga perbedaan antara laki-laki dan wanita, yang merupakan hikmah Allâh Yang Maha Kuasa, maka agama Islam melarang dengan keras, sikap laki-laki yang menyerupai wanita, atau sebaliknya. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits-hadits berikut ini:

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [HR. Al-Bukhâri, no. 5885; Abu Dawud, no. 4097; Tirmidzi, no. 2991] 

Dan telah diketahui, bahwa perbuatan yang terkena laknat Allâh atau Rasul-Nya termasuk dosa besar. 

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Definisi dosa besar yang terbaik adalah: dosa yang ada had (hukuman tertentu dari agama) di dunia, atau ancaman di akhirat, atau peniadaan iman, atau mendapatkan laknat atau kemurkaan (Allâh) padanya.” [Taisîr Karîmirrahman, surat An-Nisa’ ayat ke-31] 

Bahkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar mereka diusir dari dalam rumah kita.

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ، وَالمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ، وَقَالَ: «أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ» قَالَ: فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلاَنًا، وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلاَنًا 

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang bergaya wanita dan wanita yang bergaya laki-laki”. Dan beliau memerintahkan, “Keluarkan mereka dari rumah-rumah kamu”. Ibnu Abbas berkata:  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengeluarkan Si Fulan, Umar telah mengeluarkan Si Fulan. [HR. Al-Bukhâri, no. 5886; Abu Dawud, no. 4930; Tirmidzi, no. 2992] 

Adapun hikmah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengeluarkan mereka dari rumah-rumah adalah, agar mereka tidak menemui para wanita atau laki-laki di dalam rumah sehingga akan membawa kerusakan di dalam rumah, wallâhu a’lam. 

Ibnut Tîn rahimahullah berkata, “Perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengeluarkan orang-orang yang berbuat demikian dari rumah-rumah adalah agar perbuatan menyerupai (lawan jenis) itu tidak menyeret kepada perbuatan kemungkaran”. [Fathul Bari, 10/333] 

Maksud Larangan 

al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah meringkaskan penjelasan Abu Muhammad bin Abi Jamrah rahimahullah yang menyatakan:

 ظَاهِرُ اللَّفْظِ الزَّجْرُ عَنِ التَّشَبُّهِ فِي كُلِّ شَيْءٍ لَكِنْ عُرِفَ مِنَ الْأَدِلَّةِ الْأُخْرَى أَنَّ الْمُرَادَ التَّشَبُّهُ فِي الزِّيِّ وَبَعْضِ الصِّفَاتِ وَالْحَرَكَاتِ وَنَحْوِهَا لَا التَّشَبُّهُ فِي أُمُورِ الْخَيْرِ 

Zhahir lafadz (hadits ini) adalah larangan keras terhadap perbuatan at-tasyabuh (laki-laki menyerupai wanita, atau sebaliknya) dalam segala hal. Akan tetapi, telah diketahui dari dalil-dalil lain bahwa yang dimaksud adalah (larangan) tasyabbuh dalam hal  pakaian, sifat, gerakan, dan semisalnya; bukan tasyabuh (menyerupai) dalam perkara-perkara kebaikan.” [Fathul Bâri, 10/333] 

Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah menukilkan penjelasan ath-Thabari rahimahullah yang berkata:

 الْمَعْنَى لَا يَجُوزُ لِلرِّجَالِ التَّشَبُّهُ بِالنِّسَاءِ فِي اللِّبَاسِ وَالزِّينَةِ الَّتِي تَخْتَصُّ بِالنِّسَاءِ وَلَا الْعَكْسُ 

Maknanya adalah laki-laki tidak boleh menyerupai wanita dalam hal pakaian dan perhiasan yang khusus bagi wanita. Dan tidak boleh pula sebaliknya (wanita menyerupai laki-laki dalam hal pakaian dan perhiasan yang khusus bagi laki-laki). [Fathul Bâri, 10/332] 

Kemudian al-Hafidz Ibnu Hajar memberikan tambahan, “Demikian jugaa menyerupai dalam (gaya) berbicara dan berjalan. Adapun dalam bentuk pakaian maka ini berbeda-beda dengan adanya perbedaan adat kebiasaan pada setiap daerah. Karena terkadang pakaian wanita suatu kaum tidak berbeda dengan model pakaian laki-laki. Akan tetapi (model pakaian) wanita memiliki keistimewaan tertutup. ditambah dengan hijab. Adapun celaan tasyabbuh (laki-laki menyerupai wanita atau sebaliknya) dalam berbicara dan berjalan ini, khusus bagi yang sengaja melakukannya. Adapun bagi orang yang sudah menjadi tabi’atnya, maka ia diperintahkan untuk memaksa dirinya agar meninggalkannya, dan terus berusaha meninggalkannya secara berangsur-angsur. Jika dia tidak melakukan, bahkan dia terus tasyabbuh dengan lawan jenis, maka dia terkena celaan (larangan). Apalagi jika tampak pada dirinya keridlan dengan keadaannya. Dalil hal ini nyata dari lafazh ‘orang-orang yang menyerupai.” [Fathul Bâri, 10/332] 

Larangan Menyerupai Dalam Hal Pakaian 

Apa yang dijelaskan para Ulama di atas, bahwa larangan itu juga mengenai ‘tasyabbuh’ (menyerupai) dalam hal pakaian, maka hal ini secara tegas juga telah dinyatakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana di dalam hadits berikut ini:

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ، وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang memakai pakaian laki-laki” [HR. Ahmad, no. 8309; Abu Dawud, no. 4098; Nasai dalam Sunan al-Kubra, no. 9253. Dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth] 

Oleh karena itu pakaian yang khusus bagi wanita, tidak boleh dipakai oleh kaum laki-laki, seperti daster, kebaya, kerudung, cadar, sandal wanita, dan semacamnya. 

Demikian juga pakaian yang khusus bagi laki-laki, maka tidak boleh dipakai oleh wanita. Seperti peci, gamis laki-laki, celana panjang,  dan semacamnya. 

Adapun jenis pakaian yang memang biasa digunakan untuk laki-laki dan wanita, maka tidak mengapa mereka mengunakannya. Seperti izar (semacam sarung), selimut, dan lainnya. Tetapi tentu cara pemakaian atau bentuknya juga tidak boleh menyerupai yang menjadi kekhususan bagi lawan jenis. 

Dari penjelasan ini kita mengetahui tentang kesempurnaan agama Islam yang mengatur seluruh perkara yang membawa kebaikan di dunia atau di akhirat. Semoga Allâh Azza wa Jalla selalu menjaga kita dari segala keburukan, membimbing kita di atas segala kebaikan, dengan karunia-Nya dan kemurahan-Nya. 

Al-hamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

Referensi: https://almanhaj.or.id/7309-larangan-menyerupai-lawan-jenis.html

Read more...
 
IBS © 2020